Awal Kemunculan Gandrung Banyuwangi (Manusia dan Kebudayaan)




Penari Gandrung (Wikipedia)
Kesenian gandrung Banyuwangi muncul bersamaan dengan dibabadnya hutan “Tirtagondo” (Tirta arum) untuk membangun ibu kota Balambangan pengganti Pangpang (Ulu Pangpang) atas prakarsa Mas Alit yang dilantik sebagai bupati pada tanggal 2 Februari 1774 di Ulupangpang Demikian antara lain yang diceritakan oleh para sesepuh Banyuwangi tempo dulu. (Wikipedia) 


Dikisahkan pada jaman dahulu sekitar tahun 1767,terjadilah sebuah perang besar besaran yang melibatkan kompeni Belanda dengan di backup oleh prajurit Mataram dan Madura yang menyerang dan meluluhlantakan Belambangan yang di pimpin oleh magwi. Dari perang yang cukup keji dan sadis tersebut,menyisakan sekitar lima ribuan masyarakan Belambangan dengan beberapa penduduk pribumi. Perang tersebut berakhir pada 11 oktober 1772. Prajurit dan masyarakat pribumi yang tersisa kemudian tercerai berai,berhamburan dan kemudian menungsi di sekitar hutan,gunung atau tempat tempat terpencil lainnya.(Kilas Sumber Ayu) 

 Tarian yang diiringi dengan musik ini dimainkan oleh seorang wanita penari profesional yang menari bersama tamu, terutama pria secara berpasangan. Iringan musik tadi  merupakan khas perpaduan budaya Jawa dan Bali. Sementara peralatan musik pengiringnya terdiri dari gong, kluncing, biola, kendhang, dan sepasang kethuk. Kadang-kadang diselingi dengan saron Bali, angklung, atau rebana sebagai bentuk kreasi dan diiringi electone.Gandrung sering dipentaskan pada berbagai acara, seperti perkawinan, pethik laut, khitanan, tujuh belasan dan acara-acara resmi maupun tak resmi lainnya, baik di Banyuwangi maupun wilayah lainnya. Menurut kebiasaan, pertunjukan lengkapnya dimulai sejak sekitar pukul 21.00 dan berakhir hingga menjelang subuh. Pertama kalinya yang melakukan tarian gandrung adalah para lelaki, yang didandani seperti perempuan. Instrumen utama yang mengiringi tarian gandrung ini adalah kendang. Saat itu, biola telah digunakan. Gandrung laki-laki ini lambat laun lenyap dari Banyuwangi sekitar tahun 1890-an. Diduga lenyap karena ajaran Islam melarang lelaki berdandan seperti perempuan. Sebenarnya, tari gandrung laki-laki benar-benar lenyap tahun 1914, setelah kematian penari terakhirnya, yakni Marsan. (Kebudayaan Indonesia)

Nilai-nilai yang terkandung dalam sejarah kesenian gandrung antara lain:


  • Manusia dan Kebudayaan

Kegiatan yang berlangsung secara terus menerus dari zaman dahulu hingga saat ini. Seperti tarian Gandrung yang masih dilakukan hingga saat ini semenjak tahun 1772

  • Manusia dan Penderitaan

Kesenian ini muncul bersamaan dengan dibabadnya hutan “Tirtagondo” untuk membangun ibu kota Balambangan pengganti Pangpang yang diporak porandakan oleh kaum kompeni belanda

0 comments:

Powered by Blogger.

Total Pageviews

Followers