Kota Berwawasan Lingkungan
Pembangunan yang berwawasan lingkungan
adalah upaya sadar dan berencana menggunakan dan mengelola sumber daya secara
bijaksana dalam pembangunan yang terencana dan berkesinambungan untuk
meningkatkan mutu hidup. Terlaksananya pembangunan berwawasan lingkungan dan
terkendalinya pemanfaatan sumber daya alam secara bijaksana merupakan tujuan
utama pengelolaan lingkungan hidup.
Pembangunan yang
berwawasan lingkungan atau pembangunan berkelanjutan memiliki ciri-ciri
tertentu, yaitu adanya saling keterkaitan beberapa sektor, antara lain
lingkungan dan masyarakat serta kemanfaatan dan pembangunan. Pembangunan akan
selalu berkaitan dan saling berinteraksi dengan lingkungan hidup. Interaksi
tersebut dapat bersifat positif atau negatif. Pengetahuan dan informasi tentang
berbagai interaksi tersebut sangat diperlukan dalam pembangunan berwawasan
lingkungan.
Adapun ciri-ciri pembangunan
berwawasan lingkungan antara lain :
- Menjamin pemerataan dan keadilan.
- Menghargai keanekaragaman hayati.
- Menggunakan pendekatan integratif.
- Menggunakan pandangan jangka panjang.
Pola pembangunan perkotaan yang berwawasan lingkungan ialah konsep
yang harus ditempuh melalui proses jangka panjang. Sebab kota merupakan arena
kegiatan manusia yang serba kompleks melibatkan berbagai aspek ativitas. Baik
aspek manusianya, sumber daya alam dan buatan manusia. Oleh karenanya,
pembangunan perkotaan dampak lingkungan yang ditimbulkan merusak ekosistem
perkotaan.
Seperti disebutkan dalam UULH pasal 1 angka 13 (Jayadinata 1992
lampiran 6) menyebutkan “Pembangunan berwawasan lingkungan adalah upaya sadar
dan berencana menggunakan dan mengelola sumber daya secara bijaksana dalam
pembangunan yang berkesinambungan untuk meningkatkan mutu hidup”. Kalau uraian
tersebut dianalisis lebih jauh tentang konsep pembangunan yang berwawasan
lingkungan, ada beberapa cerita yang perlu diberi penekanan yang lebih
mendalam, yaitu:
1.
Konsep Usaha Sadar
2.
Bijaksana dan Berencana
3.
Pembangunan yang Berkesinambungan
4.
Meningkatkan Mutu Hidup
Metode dan teknik perencanaan lingkungan
Metode yang dugunakan dalam perencanaan lingkungan pada dasarnya
tidak berbeda dengan metode yang digunakan pada perencanaan yang lain.
Pokok-pokok yang menjadi fokus analisis dalam perencanaan akan muncul pada
seluruh tahapan proyek dan bervariasi menurut tingkatan kerumitannya.
Pada tahap awal suatu proyek titik perhatiannya adalah pengumpulan
dan pengelompokan data. Di balik inventarisasi data adalah mempelajari semua
hal tentang karakter lokasi proyek dan lingkungannya. Pendekatan ini pada
umumnya mencakup pemeriksaan lapangan. Setelah itu, disertai usaha untuk
mendapatkan ukuran lapangan. Data tersebut diperoleh dari data sekunder,
seperti peta topografi, peta tanah, keadaan cuaca.
Pada tahap awal, biasanya berkaitan dengan persoalan rekayasa,
keamanan dan kesehatan yang diketahui atau diharapkan. Selanjutnya proses
tersebut akan menjadi lebih analitis, karena pokok persoalan yang muncul
berkaitan dengan pengujian prosedur perencanaan dan desain. Pendekatan yang
digunakan memang bervariasi.
Penarikan kesimpulan dari prosedur pengumpulan data, pengukuran
deskriptif dan pengukuran analisis dihadapkan pada tugas untuk mengintegrasikan
berbagai macam kesimpulan menurut cara bermanfaat bagi proses pengambilan keputusan.
Contoh kota berwawasan
lingkungan
BOGOR
Didalam rencana
Detail Tata Ruang (RDTR), umumnya setiap kecamatan telah mempunyai arahan
tentang besaran Koefisien Dasar Bangunan (KDB), Koefisien Lantai Bangunan (KLB)
dan Ketinggian Maksimum Bangunan. Untuk lebih mengarahkan pembangunan agar
tetap berwawasan lingkungan, maka perlu pengaturan Koefisien Dasar Hijau (KDH).
Pengaturan KDH adalah untuk mengendalikan pembangunan pada lahan private dan
arahan ini dimaksudkan agar kota tetap mencerminkan karakter alamnya (basic
landscape unit).
Didalam pengaturan Koefisien Dasar Hijau yang bersifat pembangunan privat ini, arahan untuk setiap kecamatan biasanya dibagi menjadi beberapa jenis peruntukan, yaitu: Kavling Rumah Tinggal; Kawasan Perumahan; Kawasan Perdagangan, Jasa dan Komersial; Kavling Industri dan Kawasan Industri.
Untuk mencapai pembangunan kota yang berwawasan lingkungan maka diperlukan rencana pembangunan ruang terbuka hijau kota yang terpadu dan terintegrasi dengan rencana tata ruang kota yang ada. Rencana pembangunan RTH didasarkan pada klasifikasi dan jenis RTH kota yang telah ditetapkan. Disamping itu untuk besaran atau luasan rencana pembangunan RTH untuk masing-masing jenis RTH perlu di diketahui juga kondisi eksisting masing-masing jenis RTH yang ada pada saat ini.
Sebagai contoh, kota Bogor saat ini telah memiliki RTH Kebun Raya dengan luas 72,12 Ha (0,61%), dalam rencana pembangunan RTH tidak ada penambahan luasan, sehingga untuk Kebun Raya luasan RTHnya tetap. Demikian pula Hutan Kota yang ada tidak ada penambahan luasan, tetapi perlu peningkatan kualitas RTHnya. Sedangkan untuk Jalur Hijau Jalan, saat ini luasan hijaunya 138,30 Ha (1,17%) dalam rencana sampai tahun 2025 ditargetkan menjadi 699,42 Ha (5,90%).
Demikian pula Jalur Hijau SUTT kondisi saat ini luasan yang ada 14,36 Ha (0,12%) dalam rencana pembangunan RTH ditargetkan menjadi 249,43 Ha (2,10%). Untuk meningkatkan kualitas visual maupun ekologi kota maka perlu penambahan luasan RTH Pertamanan Kota Bogor, yang semula 89,86 Ha (1,29%) menjadi 242,93 Ha (2,05%).
Jalur hijau sungai yang seharusnya menjadi kawasan lindung saat ini telah banyak diokupasi menjadi pemukiman dan fungsi bangunan lainnya. Oleh karena itu didalam pembangunan RTH perlu mengembalikan fungsi jalur hijau sungai sebagai daerah alami untuk mendukung ekosistem kota. Luasan jalur hijau sungai yang saat ini 181,79 Ha (1,53%) dalam rencana ditargetkan menjadi 832,46 Ha (7,02%).
Ruang terbuka hijau yang akan banyak berkurang karena adanya pembangunan kota adalah Kawasan Hijau Kota, yang saat ini masih berupa tegalan, kebun dan bentuk pertanian kota lainnya.
Kawasan hijau kota sebagian besar dimiliki oleh masyarakat dan swasta. Perubahan kawasan hijau kota menjadi kawasan terbangun tetap harus dikendalikan agar target RTH kota tetap dapat tercapai. Pengendalian RTH kota diatur dalam Peraturan Pemerintah Daerah dengan menerapkan besaran Koefisien Dasar Hijau (KDH) dalam memperoleh Ijin Membangun Bangunan (IMB).
Didalam pengaturan Koefisien Dasar Hijau yang bersifat pembangunan privat ini, arahan untuk setiap kecamatan biasanya dibagi menjadi beberapa jenis peruntukan, yaitu: Kavling Rumah Tinggal; Kawasan Perumahan; Kawasan Perdagangan, Jasa dan Komersial; Kavling Industri dan Kawasan Industri.
Untuk mencapai pembangunan kota yang berwawasan lingkungan maka diperlukan rencana pembangunan ruang terbuka hijau kota yang terpadu dan terintegrasi dengan rencana tata ruang kota yang ada. Rencana pembangunan RTH didasarkan pada klasifikasi dan jenis RTH kota yang telah ditetapkan. Disamping itu untuk besaran atau luasan rencana pembangunan RTH untuk masing-masing jenis RTH perlu di diketahui juga kondisi eksisting masing-masing jenis RTH yang ada pada saat ini.
Sebagai contoh, kota Bogor saat ini telah memiliki RTH Kebun Raya dengan luas 72,12 Ha (0,61%), dalam rencana pembangunan RTH tidak ada penambahan luasan, sehingga untuk Kebun Raya luasan RTHnya tetap. Demikian pula Hutan Kota yang ada tidak ada penambahan luasan, tetapi perlu peningkatan kualitas RTHnya. Sedangkan untuk Jalur Hijau Jalan, saat ini luasan hijaunya 138,30 Ha (1,17%) dalam rencana sampai tahun 2025 ditargetkan menjadi 699,42 Ha (5,90%).
Demikian pula Jalur Hijau SUTT kondisi saat ini luasan yang ada 14,36 Ha (0,12%) dalam rencana pembangunan RTH ditargetkan menjadi 249,43 Ha (2,10%). Untuk meningkatkan kualitas visual maupun ekologi kota maka perlu penambahan luasan RTH Pertamanan Kota Bogor, yang semula 89,86 Ha (1,29%) menjadi 242,93 Ha (2,05%).
Jalur hijau sungai yang seharusnya menjadi kawasan lindung saat ini telah banyak diokupasi menjadi pemukiman dan fungsi bangunan lainnya. Oleh karena itu didalam pembangunan RTH perlu mengembalikan fungsi jalur hijau sungai sebagai daerah alami untuk mendukung ekosistem kota. Luasan jalur hijau sungai yang saat ini 181,79 Ha (1,53%) dalam rencana ditargetkan menjadi 832,46 Ha (7,02%).
Ruang terbuka hijau yang akan banyak berkurang karena adanya pembangunan kota adalah Kawasan Hijau Kota, yang saat ini masih berupa tegalan, kebun dan bentuk pertanian kota lainnya.
Kawasan hijau kota sebagian besar dimiliki oleh masyarakat dan swasta. Perubahan kawasan hijau kota menjadi kawasan terbangun tetap harus dikendalikan agar target RTH kota tetap dapat tercapai. Pengendalian RTH kota diatur dalam Peraturan Pemerintah Daerah dengan menerapkan besaran Koefisien Dasar Hijau (KDH) dalam memperoleh Ijin Membangun Bangunan (IMB).
Sumber:
http://trtb.pemkomedan.go.id/artikel-913-konsep-pembangunan-kota-berwawasan-lingkungan-.html
9:05 AM
|
Labels:
ARCH
|
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Powered by Blogger.
0 comments:
Post a Comment